Jumat, 11 September 2009

Pergerakan Mahasiswa (By : Nita Trianita)

Keresahan kini hinggap di kalangan para aktivis mahasiswa. Mereka beranggapan bahwa kondisi para aktivis mahasiswa yang terjadi sekarang ini adalah momentum surutnya pergerakan mahasiswa. Keresahan akan banyaknya ketidakadilan di kalangan kampus atau masyarakat pada umumnya kini tidak lagi di rasakan oleh para mahasiswa, padahal “keprihatinan dan keresahan adalah bibit timbulnya kekritisan” karena kekritisan akan selalu membawa mahasiswa untuk mempertanyakan kebenaran. Namun sebuah pertanyaan muncul, masihkah ada ‘keresahan’ itu dalam diri mahasiswa? Satu hal yang patut di waspadai oleh gerakan mahasiswa yang mulai kehilangan ruh nya.

Sebenarnya tidak ada perbedaan signifikan antara pergerakan mahasiswa dahulu dengan skarang, hanya saja terdapat perbedaan pada tantangan zaman saja yang mengakibatkan orang banyak berfikir bahwa pergerakan mahasiswa kini melemah. Untuk membuktikan apakah ada perbedaan antara pergerakan mahasiswa dahulu dan kini, cobalah kita telisik sejarah pergerakan mahasiswa di negeri ini. Mahasiswa mulai menunjukan jati dirinya pada tahun 1966, tepat ketika di gulirkannya pemerintahan Orde Baru karena mahasiswa memiliki posisi yang cukup strategis, yaitu sebagai kontrol sosial yang efektif bagi pemerintahan. Mahasiswa berani mengidentifikasikan diri pada peran politik dan puncaknya terjadi saat penggulingan rezim Soeharto. Mahasiswa mencoba untuk meruntuhkan rezim yang sudah bercokol di pemerintahan selama 32 tahun lebih.

Seharusnya euphoria sejarah kini ditimbulkan pada diri mahasiswa karena euphoria tersebut dapat dijadikan penyambung semangat agar pergerakan mahasiswa kini tidak melemah. Mahasiswa kadang kurang sadar bahwa mereka mempunyai banyak kelebihan untuk menjadi kontrol sosial yang masih idealis (baca:tak mencari keuntungan). Salah satunya adalah faktor pendidikan yang dipadukan dengan idelisme tinggi dari sosok pemuda. Hal ini seharusnya menjadikan mahasiswa sebagai pengontrol kebijakan-kebijakan, baik yang beredar di tataran fakultas, universitas ataupun di masyarakat. Tetapi mahasiswa bukanlah malaikat yang tidak memiliki kelemahan “generasi sekarang tidak sampai merasakan kesulitan pada zaman 90-an”. Tidak adanya perasaan senasib sepenanggungan mungkin memberikan andil besar dalam penurunan pergerakan mahasiswa kini.

Beberapa faktor yang menyurutkan gerakan mahasiswa kini yaitu kenaikan biaya masuk kuliah yang mengakibatkan adanya pembatasan mahasiswa, baik kualitas maupun kuantitas. Hal ini berdampak sangat signifikan karena kini yang dapat mengakses pendidikan dan informasi pada saat ia akan menjadi seorang mahasiswa adalah orang-orang yang memiliki cukup uang untuk mengenyam pendidikan di bangku perkuliahan. Dalam sejarah, golongan ini belum pernah menghasilkan perubahan yang fenomenal walaupun tokoh-tokoh pergerakan nasional banyak lahir dari golongan menengah ke atas, tetapi dirasa kini golongan ini sudah tidak lagi relevan untuk berada pada garis terdepan gerakan mahasiswa.

Pergerakan Mahasiswa : Cita-Cita Yang Terus Berlanjut

Ada benarnya bahwa pergerakan mahasiswa kini belum surut dan hal ini dapat di buktikan dengan adanya kompetisi organisasi ekstra kampus yang sangat marak dengan beragam idealisme masing-masing. Tetapi banyaknya arena tempat mengapresiasi pergerakan mahasiswa tidak serta merta membuat para mahasiswa (baca: mahasiswa yang aktif dalam gerakan) merasa tenang. Banyak dari mereka yang masih berpendapat bahwa orientasi pergerakan mahasiswa mulai bergerak ke arah ‘ekonomis’ yang merupakan dampak dari liberalisasi pendidikan. Hal ini juga banyak menimbulkan dampak yang negatif, salah satunya adalah sikap apatis mahasiswa. Biaya kuliah yang tinggi, tuntutan agar lulus cepat, memaksa mahasiswa untuk fokus terhadap kuliahnya sehingga melupakan sisi-sisi sosial yang berada di jalur non kuliah.

Banyak yang harus diupayakan dalam memperbaiki situasi pergerakan mahasiswa yang berkembang pada saat ini. Pengoptimalan peran yang dimainkan oleh para mahasiswa adalah salah satu cara dalam mengupayakan kembalinya pergerakan mahasiswa yang efekektif. Semua pihak pada umumnya dan semua mahasiswa pada khususnya dapat dengan mudah bergerak untuk melakukan dan memantau dalam masalah kebijakan dan harapannya timbul sikap untuk memperjuangkan ketidakadilan dalam proses pembuatan kebijakan tersebut.

Partisipasi adalah sebuah keniscayaan dalam merubah pernyataan turunnya efektifitas pergerakan mahasiswa. Kini sudah saatnya tidak hanya mahasiswa yang bergerak di wilayah eksekutif saja seperti BEM atau organisasi ekstra kampus saja yang bisa menjadi kontrol sosial bagi fakultas, universitas, maupun pemerintah, tetapi saatnya untuk semua civitas akademika (mahasiswa) kembali sadar bahwa CITA-CITA PERGERAKAN MAHASISWA HARUS DITERUSKAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar