Selasa, 01 September 2009

UU BHP (by Kiani Azalea)

Saat ini sedang terjadi kisruh di beberapa kalangan terutama mahasiswa. Topik yang diperbicangkan adalah mengenai Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan atau lebih dikenal Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945. dengan sebutan UU BHP. Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) pada hari Rabu tanggal 17 Desember 2008 oleh DPR RI meresahkan para mahasiswa karena dianggap lebih mengarah kepada tujuan komersil dibandingkan tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertulis dalam

Hal tersebut bukannya tidak beralasan, dalam RUU BHP terdapat pasal yang memudahkan lembaga pendidikan tinggi asing mendirikan BHP di Indonesia melalui kerja sama dengan BHP Indonesia yang telah ada. Jika dilihat dari segi positif hal tersebut dapat meningkatkan daya saing pendidikan untuk menyerap pengetahuan pendidikan tinggi asing, namun jika dilihat dari segi negatifnya hal tersebut dapat menimbulkan liberalisasi pendidikan yang dapat menyebabkan intervensi atau campur tangan dan penguasaan pendidikan oleh lembaga pendidikan tinggi asing. Namun dalam pengesahannya menjadi UU BHP pasal ini telah dihapuskan.

Dengan dihapuskannya pasal tersebut kontroversi belum kunjung usai karena ada hal yang lebih dikhawatirkan para mahasiswa, yaitu mengenai biaya pendidikan yang dikhawatirkan akan semakin mahal. Kekhawatiran ini cukup beralasan karena pembentukan BHP merupakan bentuk koreksi atas pelaksanaan BHMN yang telah berjalan selama ini. Sedangkan dalam pembiayaannya BHMN masih berpijak pada Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang dipungut dari peserta didik. Karena itu pada akhirnya BHP dianggap akan melegasisasikan satuan pendidikan untuk memberi peluang bagi calon mahasiswa berkapasitas intelegensia rendah untuk mengambil kursi mahasiswa lain yang berkualitas tinggi jika mampu memberi imbalan tertentu.

Hal tersebut tentu sangat merugikan para peserta didik yang berkualitas tinggi namun tidak dapat memenuhi persyaratan keuangan yang telah ditentukan. Meskipun selama ini BHMN juga memberikan fasilitas bantuan pendidikan dan beasiswa kepada peserta didik namun jumlahnya sangatlah terbatas yaitu paling sedikit 20% dari jumlah keseluruhan peserta didik.

Namun UU BHP menjamin bahwa peserta didik nantinya hanya akan membayar biaya pendidikan paling banyak 1/3 dari biaya operasional satuan pendidikan, bukan biaya investasi. Selama ini satuan pendidikan sangat bergantung pada pendanaan dari peserta didik hingga 90%. Saat ini, BHP membatasi menjadi 1/3 maksimal dari biaya operasional. Ini adalah jaminan dari BHP bahwa kenaikan SPP seperti yang banyak dikhawatirkan para mahasiswa tidak akan mungkin terjadi.

Dari berbagai kontroversi diatas muncul suatu pertanyaan, apakah dengan adanya UU BHP ini kualitas pendidikan di Indonesia dapat dinyatakan semakin baik?

Saya sendiri sebenarnya mendukung apabila hal tersebut mengenai penguatan profesionalisme penyelenggaraan pendidikan. Tentu saja dengan berbagai catatan, bahwa UU BHP tidak boleh menyebabkan komersialisasi pendidikan yang dapat membatasi hak-hak masyarakat termasuk golongan tidak mampu untuk menikmati pendidikan. Demikian pula tuntutan UU BHP untuk akuntabilitas, keterbukaan, partisipasi, dan transparansi dalam penyelenggaraan pendidikan. Semoga memang benar adanya bahwa kualitas pendidikan di Indonesia akan semakin baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar