Rabu, 02 September 2009

UU BHP merupakan bentuk pengalihan tanggung jawab pemerintah kepada pendidikan ( By Witri Dina Hasiana)

Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam sidang paripurna pada 17 desember 2008 lalu, berpotensi menambah persoalan baru dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Pasalnya UU tersebut berimplikasi pada lepasnya tanggung jawab negara terhadap pendidikan. UU BHP bisa menjadi landasan bagi pemerintah untuk melepaskan diri dari tanggung jawabnya terhadap pembiayaan pendidikan. Sebagaimana diatur dalam UU tersebut lembaga pendidikan yang berstatus badan hukum pendidikan (BHP) harus menanggung seluruh biaya operasional sendiri tanpa subsidi dari negara.

Menurut saya UU BHP ini dibuat hanya untuk mengalihkan tanggung jawab pemerintah dari besarnya biaya pendidikan. Dengan berlakunya UU No 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, potensi meningkatnya biaya pendidikan yang harus ditanggung orang tua dan peserta didik cukup terbuka. Pasalnya, dalam pasal 41 ayat 7 disebutkan bahwa peserta didik yang ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan harus menanggung biaya tersebut sesuai dengan kemampuan peserta didik, orang tua atau pihak yang bertanggung jawab membiayainya. Belum lagi, UU BHP juga mengatur pembatasan kuota bagi pelajar berprestasi yang berhak memperoleh beasiswa pendidikan, yakni sebesar 20% dari total jumlah peserta didik pada sebuah lembaga pendidikan yang berstatus badan hukum.

Pemerintah memang tidak melepas (tanggung jawabnya) langsung, namun bantuan yang diberikan hanya untuk kuota 20%, diluar kuota itu pemerintah tidak bertanggung jawab atas pendidikan rakyatnya. Terbitnya UU BHP hanya sebagai pengalihan tanggung jawab pemerintah terhadap pendidikan. Jika UU tersebut tidak segera dicabut, maka pemerintah telah melanggar UU 45 ayat 31 tentang jaminan pendidikan dan penghidupan yang layak bagi warga Negara Indonesia. UU BHP hanya pelepasan tanggung jawab pemerintah yang tidak mau repot dengan pembiayaan pendidikan rakyatnya. Justru pemerintah itu sudah melanggar UU 45 yang dibuat sendiri tentang jaminan pendidikan dan penghidupan yang layak bagi warga Negara Indonesia.

Pembentukan BHP ini merupakan bentuk koreksi atas pelaksanaan BHMN yang telah berjalan selama ini dan bukan replika dari BHMN. Dengan disahkannya UU BHP, tidak ada lagi istilah BHMN karena semuanya berubah menjadi BHP dan tunduk kepada UU BHP. BHMN itu sendiri akan menjalankan masa transisi menuju BHP pada tata kelola selama interval waktu 3 tahun dan 4 tahun untuk pendanaan setelah UU BHP diundangkan. U BHP bisa menimbulkan sikap diskriminatif, khususnya bagi mahasiswa dari kalangan ekonomi lemah.keputusan untuk mengesahkan UU BHP ini bukanlah suatu keputusan yang bijak. Kita menyadari bahwa untuk mewujudkan kualitas pendidikan yang baik kita memerlukan biaya yang tidak sedikit, tetapi keputusan pengesahan UU BHP ini bukan merupakan keputusan yang bijak .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar